1. SHIDIQ (JUJUR)
Setiap
rasul pasti jujur dalam ucapan dan perbuatannya. Apa apa yang telah disampaikan
kepada manusia baik berupa wahyu atau kabar harus sesuai dengan apa yang telah
diterima dari Allah tidak boleh dilebihkan atau dikurangkan. Dalam arti lain
apa yang disampaikan kepada manusia pasti benar adanya, karena memang bersumber
dari Allah. Makanya setiap rasul pasti jujur dalam pengakuan atas kerasulannya.
Dan kita sebagai manusia harus meyakinkanya dan beri’tikad bahwa semua yang
datang dari Rasul baik perkataan atau perbuatan adalah benar dan hak. Karena
apa yang diucapkan atau diperbuat oleh para rasul bukan menurut kemauannya
sendiri. Ucapan dan perbuatannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
atau risalah yang diterima dari Allah.
Sebagai
bukti atas kebenaran para rasul, mereka telah dibekali dengan mukjizat mukjizat
yang harus diyakini oleh setiap muslim kebenaranya. Dan tidak mungkin harus
diyakini dan diteladani jika mereka (para rasul) itu tidak jujur. Tentu setelah
itu apa yang telah diperintahkan Allah melalui perantaraan para rasul, kita
sebagai muslim harus mengikuti dengan ta’at dan apa yang dilarang Allah kita
tinggalkan.
وَمَآ آتَاكُمُ الرَّسُولُ
فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُواْ
”Apa
yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah,” (al-Hasyr, 7)
2.
AMANAH (DIPERCAYA)
Amanah
berarti bisa dipercaya baik dhahir atau bathin. Sedangkan yang dimaksud di sini
bahwa setiap rasul adalah dapat dipercaya dalam setiap ucapan dan perbuatannya.
Para rasul akan terjaga secara dhahir atau bathin dari melakukan perbuatan yang
dilarang dalam agama, begitu pula hal yang melanggar etika.
إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ
“Sesungguhnya
aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu,” (asy-syuara’ 143)
Maka
hal yang muhal atau mustahil jika rasul itu terjerumus ke dalam perzinahan,
pencurian, meminum minutan keras, berdusta, menipu dan lain sebagainya. Rasul
tidak mungkin memiliki sifat hasud, riya’, sombong, dusta dan sebagainya. Jika
para rasul telah melanggar etika berarti mereka telah bekhianat dan Allah tidak
menyukai manusia yang berkhianat.
إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ
الخَائِنِينَ
Allah
berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berkhianat.”(al-Anfal, 58)
3. TABLIGH (MENYAMPAIKAN)
Sudah
menjadi kewajiban para rasul untuk menyampaikan kepada manusia apa yang
diterima dari Allah berupa wahyu yang menyangkut didalamnya hukum hukum agama.
Jika Allah memerintahkan para rasul untuk menyampaikan wahyu kepada manusia,
maka wajib bagi manusia untuk menerima apa yang telah disampaikan dengan
keyakinan yang kuat sebagai bukti atau saksi akan kebenaran wahyu itu.
الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالاَتِ
اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلاَ يَخْشَوْنَ أَحَداً إِلاَّ اللَّهَ وَكَفَى
بِاللَّهِ حَسِيباً
Allah
berfirman, “(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka
takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain
kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan.” (al-Ahzab, 39).
Hal
ini bisa dikiyaskan bahwa jika Allah memberikan wahyu kepada para rasul untuk
tidak disampaikan atau dirahasiakan kepada manusia, maka tidak wajib bagi
manusia untuk mempelajarinya. Sedangkan menyampaikan adalah hal yang wajib dan
menyembunyikan adalah hal yang terlaknat dan tercela.
4.
FATHONAH (CERDAS)
Dalam
menyampaikan risalah Allah, tentu dibutuhkan kemampuan, diplomasi, dan strategi
khusus agar wahyu yang tersimpan didalamnya hukum hukum Allah dan risalah yang
disampaikan bisa diterima dengan baik oleh manusia. Karena itu, seorang rasul
wajib memiliki sifat cerdas. Kecerdasan ini sangat berfungsi terutama dalam
menghadapi orang-orang yang membangkang dan menolak ajaran Islam.
Maka
diharuskan bagi kita untuk meyakinkan bahwa para rasul itu adalah manusia yang
paling sempurna dalam penampilan, akal, kekuatan berfikir, kecerdasan dan
pembawaan wahyu yang diutus pada zamannya. Kalau saja para rasul itu tidak
sesuai dengas sifat sifatnya maka mustahil manusia akan menerima dan
mengakuinya. Sifat sifat itu merupakan satu hujjah bagi mereka agar apa yang
disampaikan bisa diterima dengan baik.
وَتِلْكَ حُجَّتُنَآ آتَيْنَاهَآ
إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ
Allah
berfirman: “Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk
menghadapi kaumnya.” (al-An’am, 83)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar